Oleh: H. Akhmad Jajuli
(Pengamat Kebijakan Publik, tinggal di Kota Serang)
Otonomi daerah itu ibarat sebuah rumah tangga. Bagaimana suatu daerah mengurus rumah tangganya sendiri—terutama dalam hal automoney, yakni tingkat kemandirian fiskalnya. Seberapa besar pendapatannya dan seberapa besar pula belanjanya? Apakah sudah betul-betul mandiri atau belum, atau masih bergantung kepada “kedua orang tuanya dan kepada mertuanya”—dalam hal ini Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Tingkat kemandirian fiskal Pemerintah Provinsi Banten pada Tahun Anggaran (TA) 2024 kemarin telah mencapai 70,69%. Ini tergolong tertinggi di Indonesia. Artinya, pembelanjaan APBD Provinsi Banten pada TA 2024 sebagian besar telah mampu didanai sendiri dari sumber keuangan lokal (baca: Pendapatan Asli Daerah/PAD), tidak terlalu bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Tentu saja ini merupakan capaian yang menggembirakan dan membanggakan bagi pimpinan dan segenap aparatur Pemprov Banten, serta bagi seluruh warga Banten.
Namun, di balik capaian tersebut, postur PAD Provinsi Banten ternyata masih “sangat memprihatinkan”. Jumlah pendapatannya memang besar—sekitar Rp8,657 triliun—namun sebagian besar perolehan PAD itu bukan hasil dari kerja keras pimpinan dan aparatur Pemprov Banten. Melainkan lebih merupakan “anugerah alam”, yakni berkah dari adanya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah. Bahkan, seandainya seorang lulusan SMP pun yang menjabat, PAD tersebut tetap akan mengalir.
PAD Banten TA 2024 sebesar sekitar Rp8,657 triliun itu sebagian besar berasal dari komponen:
- Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Rp3,547 triliun
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB): Rp2,656 triliun
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB): Rp1,305 triliun
- Pajak Rokok: Rp953 miliar
Sementara itu, PAD dari komponen lainnya hanya sebesar Rp196 miliar.
Komponen PKB, BBN-KB, PBBKB, dan Pajak Rokok yang jumlahnya mencapai Rp8,461 triliun inilah yang saya maksud sebagai “anugerah alam”. Seandainya pimpinan daerah hanya duduk diam, komponen-komponen ini tetap akan masuk ke kas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Banten.
Sementara itu, PAD yang bersumber dari “keringat kerja” pimpinan dan aparatur daerah hanya sebesar Rp196 miliar— yang bersumber dari pajak air permukaan dan retribusi daerah.
Ketergantungan APBD Banten terhadap empat komponen pajak daerah ini sangat mengkhawatirkan. Hal ini terbukti saat pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu, khususnya pada TA 2020 dan 2021, ketika PAD yang masuk sempat kurang dari 50% akibat daya beli masyarakat dan kesadaran wajib pajak yang menurun tajam. Akibatnya, Pemprov Banten harus mengajukan pinjaman daerah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dalam jumlah besar, dengan cicilan per tahun mencapai Rp138,49 miliar. Utang kepada PT SMI ini mulai dicicil sejak TA 2021 dan baru akan lunas pada TA 2028.
Pinjaman tersebut digunakan untuk pembiayaan operasional Pemprov Banten, termasuk pembangunan Banten International Stadium (BIS), Jembatan Bogeg (R. Aria Wasangkara), dan proyek-proyek lainnya.
Agar pengalaman pahit itu tidak terulang, upaya intensifikasi dan diversifikasi sumber PAD di luar empat komponen utama tersebut harus terus ditingkatkan. Semakin tinggi PAD yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah lainnya, maka ketahanan fiskal Pemprov Banten akan semakin kuat dan tidak terlalu bergantung pada empat sumber utama itu.
Langkah Pemprov Banten membebaskan BBN-KB bagi kendaraan dari luar daerah tergolong positif, karena dapat meningkatkan jumlah wajib pajak PKB. Begitu pula pembangunan Jalan Poros Desa di Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, dan Kabupaten Tangerang (yang pada TA 2025 ini dimulai dengan 11 ruas senilai Rp54 miliar) hingga tahun 2030, juga berpotensi meningkatkan jumlah pemilik kendaraan roda dua dan empat baru. Kedua langkah ini memang bisa meningkatkan jumlah wajib pajak PKB, tetapi belum memperluas jenis komponen baru dalam sumber PAD Banten.
Postur APBD Banten TA 2024
Amatan ini ditujukan terhadap APBD TA 2024 karena APBD TA 2025 masih berjalan dan bisa saja mengalami perubahan, terutama setelah terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran.
Berikut ikhtisar APBD Provinsi Banten TA 2024 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2023:
- Pendapatan Daerah sebesar Rp11.746.009.406.039,00 terdiri atas:
- PAD: Rp8.668.052.033.549,00
- Pajak Daerah: Rp8.284.849.811.619,00
- Retribusi Daerah: Rp214.752.691.760,00
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan: Rp58.558.590.039,00
- Lain-lain PAD yang Sah: Rp109.890.940.131,00
- Pendapatan Transfer: Rp3.071.630.609.000,00
- Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (hibah): Rp6.326.763.490,00
- PAD: Rp8.668.052.033.549,00
- Belanja Daerah sebesar Rp11.866.009.406.039,00 terdiri atas:
- Belanja Operasi: Rp7.219.458.552.287,00
- Belanja Pegawai: Rp2.637.346.334.404,00
- Belanja Barang dan Jasa: Rp3.565.457.889.646,00
- Belanja Bunga: Rp1.029.672.328,00
- Belanja Hibah: Rp968.653.655.909,00
- Belanja Bantuan Sosial: Rp46.971.000.000,00
- Belanja Modal: Rp1.163.654.397.284,00
- Tanah: Rp85.762.791.473,00
- Peralatan dan Mesin: Rp268.034.860.793,00
- Gedung dan Bangunan: Rp184.018.940.333,00
- Jalan, Jaringan, dan Irigasi: Rp588.943.141.760,00
- Aset Tetap Lainnya: Rp34.740.648.100,00
- Aset Lainnya: Rp2.154.014.825,00
- Belanja Tidak Terduga: Rp62.696.892.030,00
- Belanja Transfer: Rp3.420.199.564.438,00
- Bagi Hasil: Rp3.196.399.564.438,00
- Bantuan Keuangan: Rp223.800.000.000,00
- Belanja Operasi: Rp7.219.458.552.287,00
Surplus/defisit: Rp(-120.000.000.000,00)
- Pembiayaan Daerah
- Penerimaan Pembiayaan (SILPA TA 2023): Rp263.497.733.036,00
- Pengeluaran Pembiayaan: Rp143.497.733.036,00
- Penyertaan Modal Daerah: Rp5.000.000.000,00
- Pembayaran Cicilan Pokok Utang: Rp138.497.733.036,00
- Pembiayaan Neto: Rp120.000.000.000,00
Penutup
Tinjauan dan analisis terhadap rencana dan realisasi APBD Provinsi Banten tahun 2025 dan tahun-tahun berikutnya semasa kepemimpinan Andra Soni dan A. Dimyati Natakusumah akan terus dilakukan.
Dengan telah lengkapnya struktur kepemimpinan daerah—Gubernur, Wakil Gubernur, Pimpinan DPRD, dan Sekretaris Daerah—berbagai upaya peningkatan PAD serta pengawasan pelaksanaan APBD Banten dapat dilakukan lebih efektif dan efisien.
Semoga kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, Andra Soni dan A. Dimyati Natakusumah, mampu mewujudkan visinya: “Mewujudkan Provinsi Banten yang Maju, Adil, Merata, dan Tidak Korupsi.” Aamiin YRA.–(***)