Ratusan Warga Cireundeu Tolak  Klaim PT. Mayora atas Tanah Eks HGU PT. Alam Permai Sawarna

Ratusan warga menolak klaim PT. Mayora atas tanah eks HGU PT. Alam Permai Sawarna.--(foto:ist)

Lebak, BantenGate.id–Ratusan warga Desa Cireundeu, Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak, menolak rencana penguasaan tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. Alam Permai Sawarna (APS) oleh PT. Mayora. Penolakan itu disampaikan warga saat mengikuti musyawarah di kantor Desa Cireundeu, Kamis (2/10/2025).

Bacaan Lainnya

Penolakan muncul lantaran lahan yang diklaim perusahaan tersebut telah digarap warga secara turun-temurun sejak 1995, setelah PT. APS membebaskan lahan namun menelantarkannya hingga hampir 30 tahun. Kini, tiba-tiba perwakilan PT. Mayora datang dan memasang patok di lahan garapan warga, bahkan meminta warga diminta menandatangani pernyataan bagi hasil 60/40, di mana 60 persen untuk warga dan 40 persen untuk perusahaan.

Kepala Desa Cireundeu Herdiana dan Camat Cilograng Hendi Suhendi mengaku tidak mengetahui detail sejarah pembebasan lahan tersebut. Namun, saksi sejarah yang juga mantan Kepala Desa, Sumarja atau akrab disapa Apih Lurah, membeberkan fakta lain.

Menurut  Apih Lurah,  hingga tahun 1995–1996 lahan itu masih masuk wilayah Desa Cibareno sebelum dimekarkan menjadi Desa Cireundeu. PT. APS kala itu membebaskan lahan warga dengan dalih untuk pembangunan akses jalan wisata dari Sawarna ke Pantai Cibareno. Namun, kesepakatan yang dibuat bersama para tokoh menyebutkan bahwa bila lahan tidak dikelola dalam tiga tahun, maka lahan kembali kepada masyarakat.

“Saya sebagai kepala desa pada masa pembebasan merasa aneh, tiba-tiba setelah 30 tahun ada yang datang mengatasnamakan PT. Mayora. Dari dulu lahan ini tidak dikelola bahkan izin prinsipnya hanya untuk akses jalan wisata, tapi sampai sekarang tidak ada. Kesepakatan dulu jelas, kalau tiga tahun tidak digarap, tanah kembali ke masyarakat,” ungkap Apih Lurah.

Ia menambahkan, lahan yang sudah digarap warga puluhan tahun tanpa kejelasan pengelolaan perusahaan tidak seharusnya diklaim sepihak. “HGU sudah habis, logikanya tanah kembali ke dikuasai negara, bukan dikuasai pihak baru,” tegasnya.

Musyawarah Memanas

Ketegangan makin memuncak saat perwakilan PT. Mayora tetap bersikukuh mengklaim lahan. Warga yang hadir menilai langkah perusahaan terlalu sepihak dan tidak disertai penjelasan legalitas.

Rizwan Comrade, tokoh pemuda yang mewakili warga dalam musyawarah, mempertanyakan kapasitas PT. Mayora dalam mengklaim tanah tersebut.

“Saya heran tiba-tiba perusahaan datang, kumpulkan warga, dan klaim sepihak. Padahal semua tahu dulu lahan dibebaskan ke PT. APS. Jadi kita tanya, kapasitas PT. Mayora ini apa? Kalau datang lalu matok lahan dan minta bagi hasil, itu salah besar,” ujar Rizwan.

Ia menegaskan, bila klaim sepihak tetap dipaksakan, konflik besar bisa terjadi. “Ratusan warga menggantungkan hidup dari tanah ini. Sudah puluhan tahun digarap turun-temurun. Kalau Mayora tetap memaksa, ini jelas akan menimbulkan masalah,” imbuhnya.

Hingga akhir, musyawarah di kantor desa tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. Warga merasa kecewa dengan sikap PT. Mayora yang tidak mampu menunjukkan dasar klaim kepemilikan lahan, bahkan tidak bisa membantah kesaksian saksi sejarah yang hadir.

Musyawarah itu dihadiri oleh Camat Cilograng Hendi Suhendi, Kepala Desa Cireundeu Herdiana beserta perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, serta ratusan warga penggarap

Camat Cilograng, Hendi Suhendi, yang dihubungi BantenGate.d, Kamis (2/10/2025), membenarkan adanya musyawarah tersebut. “Saya hadir atas dasar undangan disertai pertimbangan menjaga kondusivitas wilayah. Maka, ketika suasana memanas, beradu arugmen antara perwakilan PT. Mayora, Tomi dan masyarakat, saya menghentikan musyawarah tersebut. Situasi tetap aman dan terkendali,”kata Suhendi.—( red)

Pos terkait