
CIANJUR, BANTENGATE.ID, – Kebijakan Pemerintahan Kabupaten Cianjur dibawah Kepemimpinan Bupati Cianjur Herman Suherman dan Wakil Bupati Cianjur Tubagus Mulyana Syahrudin (BHSM) dalam prakteknya lebih berorientasi kepada kepentingan Politik 2024, sehingga pada setiap pelaksanaan programnya terkesan ada unsur diskriminatif.
“Selain itu, Program Desa Manjur harus dievaluasi, dari sisi waktu pelaksanaan seminggu tiga kali kurang efektif,” demikian diungkapkan Unang Margana, salah seorang praktisi hukum, dalam Diskusi Rutin Bulanan (DRB) yang diselenggarakan Konsorsium NGO Cianjur di Kantor YLBH Cianjur Jl. Siti Bodedar Kaum Cianjur, Sabtu (16/07/2022).
Diskusi Rutin Bulanan (DRB) dalam rangka mengisi Hari Jadi Cianjur (HJC) ke-345 itu mengambil topik “Perjalanan Satu Tahun Pemerintahan BHSM”.
Dalam pengantarnya, Ketua YLBH Cianjur, Ubun Burhanudin mengatakan, kegiatan diskusi ini diharapkan menjadi bagian dari Pendidikan Hukum dan Politik bagi Masyarakat.
Diskusi santai namun serius ini dipandu oleh moderator aktivis senior Oden Muharam Djunaedi.
Hadir sebagai narasumber antara lain Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kabupaten Cianjur, Prasetyo Harsanto, Badan Legislatif dan Penelitian DPC PDIP, Heri Firmansyah, Ketua Cianjur Institute, Ridwan Mubarok, Aktivis Perempuan Cianjur, Lilis Nuraeni serta Praktisi Hukum, Unang Margana.
“Kondisi pendidikan di Cianjur baik secara kwalitatif maupun kwantitatif harus lebih dioptimalkan. Selain itu, nasib buruh migran khususnya perempuan, harus dilindungi baik secara ekonomi, hukum maupun politik,” ucap aktivis perempuan Cianjur, Lilis Nuraeni
Sementara, Ketua Fraksi Gerindra, Prasetyo Harsanto menyoal aspek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang posturnya menurut ia masih belum memihak kepada kepentingan masyarakat.
Sedangkan Politisi PDIP, Heri Firmansyah mengungkapkan jika pemerintahan BHSM sudah menjalankan tupoksinya sesuai dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah – red.), akan tetapi ditengah situasi pemulihan ekonomi pasca Covid perlu waktu dan sinkronisasi dukungan semua pihak.
Berbeda dengan Ketua Institut, Ridwan Mubarok, dalam pandangannya ia menyatakan jika pemerintahan HBSM gagal dalam mengelola tata kelola Pemerintahan Daerah.
“Dari beberapa kegiatan kecenderungan abuse of power (penyimpangan kekuasaan oleh penguasa lokal),” ungkap aktivis yang getol mengkritisi pelbagai kebijakan pemerintahan ini.
Banyak hal disampaikan oleh peserta maupun Narasumber pada kegiatan DRB ini, dari mulai persoalan Kemiskinan, Pendidikan, Pengangguran, Pedagang Pasar Induk, Buruh, Buruh Migran, dan lainnya.
Harapan peserta agar kegiatan DRB, bisa ditindaklanjuti dengan rekomendasi dan aksi, baik melalui hearing dengan eksekutif maupun legislatif. ***(Mam/red.).