Gubernur Banten Andra Soni, Arungi Sungai Cibanten: Menyusuri Sejarah, Menyemai Harapan

Gubernur Banten, Andra Soni, menyusuri sungai Cibanten dalam acara Arung Kali Cibanten 2025.--(foto: adpim)

Serang, BantenGate.idPagi itu, langit di Kota Serang, begitu bersahabat. Air Sungai Cibanten beriak tenang. Gubernur Banten Andra Soni, nampak  mengenakan rompi kuning naik rubber boat (perahu karet) bersama puluhan relawan dan Komunitas  Peduli Sungai melakukan perjalanan  menyusuri sepanjang sungai.  Ini bukan sekadar pengarungan air—melainkan napak tilas sejarah dan ikhtiar pelestarian.

Bacaan Lainnya

Kegiatan bertajuk Arung Kali Cibanten 2025, yang digagas oleh Komunitas Peduli Sungai Banten, itu berlangsung Selasa (15/7/2025). Gubernur Banten didampingi antara lain Wali Kota Serang Budi Rustandi, para pejabat Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWS C3), Kantor SAR Banten, BPBD Banten, Dinas PUPR Provinsi.

Perjalanan dimulai dari pintu air kecil di belakang Gedung Negara Provinsi Banten, Jalan Brigjen KH Syam’un dan berakhir di Jembatan Kidemang, Unyur, Kecamatan Kasemen. Di sepanjang aliran sungai, para peserta tak hanya mendayung. Mereka menyaksikan sendiri pendangkalan sungai, tumpukan sampah rumah tangga, dan sisa bangunan yang menutup aliran air.

“Saya berterima kasih kepada semua relawan. Sungai ini bukan sekadar aliran air, tapi sejarah. Ia adalah jantung Kota Serang,” ujar Gubernur Andra Soni penuh keprihatinan. “Ini bukan sungai biasa. Kita punya tanggung jawab besar untuk mewariskannya dalam keadaan bersih kepada anak cucu kita.”

Sungai Bukan Tempat Sampah

Dalam nada serius, Andra Soni menyoroti pola pikir masyarakat yang masih memandang sungai sebagai tempat buangan. Menurutnya, perlu perubahan mindset secara menyeluruh, didukung penyediaan infrastruktur pembuangan sampah yang layak serta edukasi yang masif dan berkelanjutan.

“Kita harus ubah cara pandang. Sungai bukan tempat sampah. Pemerintah kota dan provinsi harus hadir, dan masyarakat harus dididik untuk peduli,” tegas Andra Soni..

Andra juga mengungkap bahwa diskusi selama pengarungan mengerucut pada beberapa masalah utama: penyumbatan anak sungai, titik-titik rawan banjir saat debit air tinggi, dan minimnya sistem pengelolaan sampah terpadu di wilayah bantaran.

Ia menegaskan bahwa revitalisasi Sungai Cibanten tak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Butuh sinergi lintas sektor—dari BBWS C3, pemerintah daerah, hingga RT dan RW.

“Kita butuh pemahaman kolektif. Semua harus jalan bersama. Jangan sampai ini hanya jadi kegiatan seremonial tanpa tindak lanjut nyata,” ujar Andra.

Sebagai langkah awal, Pemprov Banten akan menggelar aksi bersih-bersih sungai dalam waktu dekat. Tak hanya itu, Andra Soni juga mendorong agar kawasan sekitar sungai dikembangkan menjadi ruang edukasi lingkungan, zona konservasi, dan destinasi wisata air.

“Saya optimis. Semangat gotong royong hari ini luar biasa. Tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan jika kita kompak,” pungkasnya.

Sungai dan Cermin Peradaban

Sementara, Wali Kota Serang Budi Rustandi yang turut serta dalam pengarungan, menyampaikan keprihatinan mendalam. Menurutnya, kondisi Sungai Cibanten saat ini sudah jauh dari layak. Pepohonan liar dan sampah rumah tangga menyumbat aliran. Jika dibiarkan, potensi banjir makin besar.

“Ini sungai sejarah. Kita harus cinta pada sungai kita. Arung kali ini membuka mata kita tentang betapa pentingnya menjaga lingkungan,” ujarnya.

Ketua Pokja Relawan Banten, Lulu Jamaludin, menegaskan bahwa Arung Kali Cibanten bukan sekadar seremoni. Ini adalah aksi nyata dan panggilan jiwa dari para relawan yang telah lama bergerak sunyi menjaga sungai.

“Kami ingin menjadikan Sungai Cibanten sebagai kawasan wisata konservasi, lokasi pelatihan kebencanaan, dan markas relawan. Ini bukan kegiatan simbolis. Ini komitmen bersama,” kata Lulu dengan semangat.

Ia mengungkapkan, sebagai tindak lanjut, aksi bersih-bersih Sungai Cibanten akan digelar pekan depan bersama komunitas dan instansi terkait.

“Kita ingin sungai ini hidup kembali—menjadi ikon wisata air, pusat latihan relawan siaga bencana, dan ruang hidup yang aman dan bersih untuk masyarakat,” ujarnya.

Menurut Lulu, sungai tak sekadar aliran air. Ia adalah nadi kehidupan, cermin peradaban, dan warisan generasi. Dari Cibanten, kita belajar bahwa perubahan dimulai dari kepedulian. Dari satu dayung, diharapkan lahir  sebuah kesadaran kolektif masyarakat untuk merawat aliran sungai sebagai sumber kehidupan.—(dimas)

Pos terkait