Membangun dari Pinggiran: Urgensi Pemekaran Daerah (DOB) dan Keadilan Wilayah

H. Akhmad Jajuli

Oleh: H. Akhmad Jajuli

(Ketua Bidang Konsolidasi FORKONAS PP DOB)

Di tengah ketimpangan pembangunan antara pusat dan daerah, pemekaran daerah (pembentukan Daerah Otonom Baru)  menjadi harapan baru bagi masyarakat di pelosok Indonesia untuk terwujudnya keadilan wiayah. Pemekaran daerah adalah instrumen konstitusional untuk mendekatkan pelayanan publik, mempercepat pembangunan, serta menciptakan keadilan sosial di seluruh penjuru negeri.

Bacaan Lainnya

Forum Komunikasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonom Baru se-Indonesia (FORKONAS PP DOB) bersama para pejuang Daerah Otonomi Baru (DOB) terus mendorong pemerintah agar membuka kembali moratorium pemekaran daerah, tentu dengan prinsip kehati-hatian, objektivitas, dan akuntabilitas.

Salah satu contoh nyata adalah Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) Kabupaten Cilangkahan, di ujung selatan Banten. Pemekaran ini bukan sekadar tuntutan administratif, melainkan perwujudan konkret dari semangat membangun Indonesia dari pinggiran. Wilayah yang dahulu menjadi bagian dari Kabupaten Banten Kidul pada dua abad silam,  kini tengah berjuang memperoleh kembali identitas administratifnya melalui pemekaran dari Kabupaten Lebak.

Isu  terbentuknya DOB, bukanlah kasus tunggal. Ia merupakan bagian dari arus besar perjuangan pemekaran wilayah di Indonesia, yang terwadahi dalam FORKONAS PP DOB. Selama lebih dari satu dekade terakhir, FORKONAS secara konsisten memperjuangkan pemekaran daerah sebagai amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota yang menjalankan pemerintahan sendiri menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Amanat ini dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengatur tata cara pembentukan, penggabungan, dan penghapusan daerah.

Pemekaran daerah bukan semata agenda administratif, tetapi juga strategi untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mendekatkan layanan publik. Faktor-faktor objektif seperti jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi geografis, dan keterjangkauan infrastruktur menjadi indikator penting dalam menilai urgensi pemekaran.

Kasus Kabupaten Bogor: Gambaran Kompleksitas

Salah satu contoh daerah yang layak dimekarkan adalah Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota di Cibinong. Kabupaten ini memiliki luas 2.992 km², terdiri atas 40 kecamatan, 416 desa, dan 19 kelurahan, serta jumlah penduduk hampir mencapai enam juta jiwa. Kabupaten Bogor telah lama dianggap terlalu besar secara administratif dan memerlukan penataan ulang wilayah.

Secara politik, keterwakilan masyarakat Kabupaten Bogor di lembaga legislatif juga belum proporsional. Dengan hanya satu daerah pemilihan (dapil) DPR RI, Kabupaten Bogor menjadi satu-satunya kabupaten dengan populasi sebesar itu yang belum terbagi ke dalam lebih dari satu dapil, bertentangan dengan semangat representasi adil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pemilu.

Upaya pemekaran pun telah bergulir, dengan beberapa CDOB sebagai berikut: Kabupaten Bogor Barat: mencakup 14 kecamatan, dengan rencana ibu kota di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor Timur: mencakup 7 kecamatan, dengan rencana ibu kota di Cileungsi, dan Kabupaten Bogor Selatan: mencakup 7 kecamatan, dengan rencana ibu kota di Ciawi.

Jika pemekaran ini terealisasi, Kabupaten Bogor induk hanya akan menyisakan 12 kecamatan, yang secara logika pemerintahan akan lebih efisien dan efektif.

Situasi serupa juga terjadi di berbagai wilayah lain, khususnya di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Di Provinsi Banten, beberapa CDOB yang telah lama diperjuangkan antara lain: Kabupaten Cilangkahan (dari Kabupaten Lebak), Kabupaten Cibaliung dan Kabupaten Caringin (dari Kabupaten Pandeglang), Kabupaten Serang Barat (dari Kabupaten Serang), dan Kabupaten Tangerang Utara dan Kota Tangerang Tengah (dari Kabupaten Tangerang)

Sementara itu, di Jawa Barat, selain Kabupaten Bogor, wilayah lain yang layak dimekarkan mencakup:Kabupaten Bekasi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Cirebon

Kondisi Terkini dan Harapan ke Depan

Pada tahun 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerbitkan Amanat Presiden (Ampres) RI untuk RUU empat Daerah Otonom Baru (DOB). Kemudian RUU untuk 65 DOB, dan RUU untuk 22 DOB—dengan total 91 CDOB. Namun, berbagai Ampres tersebut belum dapat diproses lebih lanjut karena belum terbitnya dua Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yakni: PP tentang Grand Desain Pembentukan, Penggabungan, dan Penghapusan Daerah Otonom, dan PP tentang Daerah Persiapan (masa uji coba selama tiga tahun bagi DOB yang baru terbentuk)

Apabila hingga akhir tahun 2025 dua PP tersebut belum juga diterbitkan oleh pemerintah. Dengan kewenangan yang di miliki, DPR RI dan DPD RI, sejatinya dapat segera membahas Revisi UU Nomor 23 Tahun 2014.  Informasi yang berkembang, bahwa rencana revisi ini  telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025.

Dengan demikian, pembahasan pemekaran daerah bagi sekitar 100 CDOB sebagai prioritas awal dapat kembali dilanjutkan. Hingga kini, tercatat telah ada 348 permohonan pemekaran daerah yang masuk ke Kementerian Dalam Negeri, dengan tembusan ke Komisi II DPR RI dan Komite I DPD RI.

Sudah saatnya negara hadir tidak hanya di pusat kekuasaan, tetapi juga di daerah-daerah pinggiran yang selama ini menanti keadilan dan pemerataan. Pemekaran daerah bukan sekadar kebijakan administratif, melainkan wujud nyata dari cita-cita konstitusi: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.–(***)

Pos terkait