Lebak, BantenGate.id–Tradisi budaya Seren Tahun Ngembang, di Kampung Cidadap, Desa Cidadap, Kecamatan Curugbitung, Kabupaten Lebak, Banten, kembali digelar dengan khidmat dan kebersamaan, Kamis 15 Mei 2025.
Sekitar dua ribuan warga tumplek blek, berkumpul dalam nuansa haru, hangat, dan penuh syukur. Tradisi budaya Seren Tahun Ngembang tahun ini, mengusung tema: “Saeutik Kudu Cukup, Loba Kudu Nyesa, Anu Kahakan Kudu Barokah,”. Sebuah filosofi hidup yang artinya:—sedikit harus cukup, banyak harus bersisa, yang dimakan harus membawa berkah.
Seren Tahun sendiri adalah bentuk rasa syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah. Tapi lebih dari itu, momen ini untuk memperkuat tali silaturahmi, menjaga tradisi leluhur, dan mempererat solidaritas antarwarga.
Rangkaian acara adat Seren Tahun Ngembang diawali dengan ziarah ke makam Raden Mas Umar, tokoh penyebar Islam di wilayah Cidadap pada masa tempo doeloe. Makam ini bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir sang pejuang, tapi juga simbol spiritualitas dan akar budaya masyarakat setempat.
“Ieu mah ungkapan rasa syukur ka Allah atas hasil panen anu melimpah. Ziarah ka Ki Buyut Raden Mas Umar ogé minangka bentuk ngajaga spiritualitas jeung ngahargaan jasa karuhun,” kata Ibnu Hamdun, tokoh masyarakat Kampung Cidadap.
Tumpeng, Kambing, dan Tapai Daun Sempur
Setelah ziarah, acara berlanjut dengan pesta rakyat. Sekitar 2.000 warga berkumpul menikmati hidangan bersama—nasi tumpeng, masakan daging kambing, semua dari hasil panen dari bumi sendiri. Bukan cuma soal makan-makan, tapi ini soal merayakan hasil jerih payah dan rasa syukur dalam bentuk paling hangat: kebersamaan.
Yang nggak kalah menarik, di sela-sela acara yang sakral itu, tim jurnalis Bantengate.id juga ikut menikmati kuliner lokal. Ada makanan khas yaitu tapai dibungkus daun sempur, dan gemblong legit yang dicocol gulai (semur) daging.
Sambil menikmati santap cocol gemblong, menatap nun disana hamparan sawah sejauh mata memandang. Padi yang sudah di etem (dipanen) nampak sudah diikat rapi—dan berjejer dalam bentuk pocongan (diikat) dan siap di jemur di atas lantaian agar segera kering untuk selanjutnya di simpan ke dalam leuit (lumbung) padi.
Sesepuh Cidadap yang juga juru kunci, Abah Dulhalim, saat menutup acara adat Ngembang terucap sebai doa dan secercah harapan dalam logat khas sunda Banten: “Kami masyarakat Kampung Cidadap miharep tradisi kieu henteu leungit karna kemajuan jaman. Tapi, kami ogé miharep jalan aksés ka kampung ieu diperbaiki ku Pamaréntah Kabupaten Lebak supaya leuwih loba nu daratang sareng ngaraksa budaya urang,”.
Ucapan secercah tersebut mengandung maksud, bahwa;”Kami masyarakat Kampung Cidadap berharap tradisi seperti ini tidak hilang karena kemajuan zaman. Tapi, kami juga berharap akses jalan menuju kampung ini bisa diperbaiki oleh Pemerintah Kabupaten Lebak agar semakin banyak orang yang datang dan ikut melestarikan budaya kami.”
Abah Dulhalim, sang juru kunci, dan seluruh tokoh masyarakat menyampaikan rasa terima kasih atas kebersamaan dan guyub (kompak), sehingga acara adat Ngembang dapat dilaksanakan. Abah menyatakan, bahwa Seren Tahun Ngembang bukan sekadar upacara ritual adat. Ngembang adalah gambaran hidup masyarakat Sunda yang tetap memegang erat nilai-nilai kearifan lokal—yang tak lekang oleh arus zaman.—(ridwan)