Tangerang, BantenGate.id–.Di ujung barat laut Kabupaten Tangerang, deru ombak yang menepuk garis pantai sepanjang 51 kilometer selalu menjadi saksi bisu kehidupan masyarakat pesisir. Laut di sini bukan sekadar bentangan air asin, tetapi sumber hidup, ruang budaya, sekaligus harapan bagi masa depan.
Harapan itu kini dirangkai dalam sebuah visi besar yang disebut ekonomi biru atau blue economy. Konsep ini bukan sekadar jargon pembangunan, tetapi tekad nyata untuk menjadikan laut dan pesisir sebagai pusat kesejahteraan masyarakat, sembari menjaga kelestarian alamnya.
“Dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan, kita ingin menjadikan perekonomian masyarakat pesisir Kabupaten Tangerang, semakin sejahtera dan berdaya saing,” ucap Bupati Tangerang Moch. Maesyal Rasyid dalam acara Sinergi Kampung Ekonomi Biru di Ketapang Urban Aquaculture, Desa Ketapang, Kecamatan Mauk, Kamis 18 September 2025.
Kabupaten Tangerang memiliki garis pantai sepanjang 51 kilometer dengan luas pantai mencapai 325 hektare. Di sepanjang bentangan itu, tersimpan potensi luar biasa: kawasan minapolitan di Kronjo dan Teluknaga dengan tambak lebih dari 8.200 hektare, hutan mangrove di Desa Ketapang dengan 720 ribu batang dari 16 spesies, hingga destinasi wisata bahari populer seperti Pantai Tanjung Pasir, Pulau Cangkir, dan Tanjung Kait.

Menurut Bupati, semua potensi itu adalah anugerah yang harus dikelola dengan bijak. “Identitas budaya pesisir kita tidak boleh hilang. Festival pesisir yang rutin kita gelar adalah upaya menjaga warisan tradisi sekaligus memperkuat daya tarik wisata lokal,” ujarnya.
Tak hanya wisata, potensi kuliner laut juga harus ditumbuhkan menjadi magnet tersendiri. Kampung Cituis di Pakuhaji kini diarahkan menjadi pusat kuliner laut, sekaligus gerbang wisata menuju Kepulauan Seribu. Ikan, udang, dan kepiting hasil tangkapan nelayan mulai di olah menjadi produk bernilai tambah, mengangkat citra kuliner khas pesisir Tangerang.
Menanam Mangrove, Menanam Harapan
Bagi Pemerintah Kabupaten Tangerang, membangun ekonomi biru berarti menjaga keseimbangan antara pembangunan dan alam. Program penanaman kembali mangrove terus dijalankan untuk menahan abrasi, infrastruktur wisata ramah lingkungan di bangun di Teluknaga, sementara nelayan dan UMKM pesisir diberdayakan agar memiliki akses lebih luas pada modal, pasar, dan teknologi.
“Kami ingin membangun desa-desa wisata bahari dengan fasilitas ramah lingkungan. Kawasan minapolitan akan dikelola dengan prinsip keberlanjutan. Nelayan dan UMKM pesisir harus mendapat akses lebih luas pada modal, pasar, dan teknologi. Dan yang tidak kalah penting, investasi harus diarahkan untuk mendukung konservasi sekaligus membuka lapangan kerja,” jelas Bupati Maesyal.
Visi itu bukan rencana singkat. Dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang, pesisir Tangerang ditargetkan tumbuh sebagai pusat ekonomi biru yang berkelanjutan, di mana masyarakat hidup sejahtera tanpa merusak laut dan ekosistemnya.
Bupati Maesyal Rasyid, menyadari, bahwa impian sebesar ini tidak bisa diwujudkan hanya oleh pemerintah. Ia menekankan pentingnya pentahelix—kerja bersama antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media.
Smentara. Kepala Bappeda Kabupaten Tangerang, Ujang Sudiartono, menyebut inisiatif Kampung Ekonomi Biru sebagai tonggak sejarah kolaborasi lintas sektoral. “Kegiatan ini merupakan kolaborasi pertama dengan Kemenko Infrastruktur Republik Indonesia, Kemenko Pemberdayaan Masyarakat, serta institusi pendidikan seperti IPB dan Swiss German University. Selain itu, komunitas pesisir dan dunia usaha melalui Agung Sedayu Group,” ujarnya.
Menurut Ujang, keterlibatan swasta lewat pendampingan CSR sangat penting. “Misalnya membantu masyarakat mengolah hasil tangkapan laut agar bernilai tambah, atau memanfaatkan tanaman mangrove untuk produk ekonomi”.

Tujuan utama kegiatan ini adalah memperbaiki kondisi lingkungan pesisir agar lebih baik. Dari situ kita ingin masyarakat juga merasakan manfaat ekonomi, baik dari hasil olahan ikan maupun dari inovasi pemanfaatan mangrove yang memiliki nilai ekonomi.
Momentum peringatan Hari Mangrove Sedunia tahun ini, lanjut Ujang, diharapkan menjadi titik awal inisiasi program jangka panjang yang akan memperkuat ketahanan ekonomi pesisir Kabupaten Tangerang. “Dengan strategi pembangunan pesisir yang inklusif, fokus pada infrastruktur terintegrasi, penguatan ekonomi lokal, pengembangan ekowisata bahari, rehabilitasi lingkungan, serta kemitraan multi-pihak diharapkan dapat membantu pengembangan ekonomi biru,” kata Ujang.
Strategi besar pembangunan pesisir itu telah disiapkan; pembangunan infrastruktur terintegrasi, penguatan ekonomi lokal, pengembangan ekowisata bahari, rehabilitasi lingkungan, hingga kemitraan multi-pihak yang inklusif.
“Kita ingin menjadikan Kabupaten Tangerang sebagai contoh nyata bagaimana blue economy dapat berjalan: ekonomi tumbuh, masyarakat sejahtera, dan lingkungan tetap lestari,” kata Ujang.
Sinergi Kampung Ekonomi Biru di Ketapang Urban Aquaculture, laut dan pesisir Tangerang diharapkan bukan lagi ruang pinggiran. Tapi, berdiri di garis depan pembangunan, menjadi sumber inspirasi untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Di sana, kelak, nelayan bukan hanya pencari ikan, tapi juga pejuang konservasi. Mangrove bukan sekadar pohon penahan ombak, tetapi simbol kehidupan baru. Dan festival pesisir bukan sekadar perayaan budaya, melainkan cara menjaga identitas agar lestari. Dan langkah menuju mimpi biru—mimpi tentang masa depan di mana laut tetap jernih, masyarakat pesisir sejahtera, dan generasi mendatang masih bisa mendengar cerita tentang bagaimana laut menjadi sumber kehidupan yang tak pernah kering.—(dimas)








