Arby Samah dalam Ingatan: Dari Pandai Sikek ke Panggung Dunia, Menyemai Asa di Luhak Nan Tuo

Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasco Ruseimy, mengamati karya para seniman, usai membuka acara Pameran Patung Internasional 95 Tahun Arby Samah.--(foto; yen)

Oleh:  Murni Yenti

(Wartawan BantenGate.id,  di Sumatera Barat)

Bacaan Lainnya

Malam itu, langit Kota Padang, tampak bersahabat. Di tengah semilir angin yang menyapu halaman Taman Budaya Sumatera Barat, gemuruh langkah dan bisik kagum mengiringi pembukaan sebuah pameran istimewa: Pameran Patung Internasional 95 Tahun Arby Samah.

Galeri sederhana di sudut taman budaya itu menjelma menjadi ruang penuh makna—tempat di mana kenangan, karya, dan warisan budaya bersua dalam hening penuh rasa.

Nama Arby Samah mungkin tidak sepopuler selebritas di layar kaca. Namun, bagi mereka yang mencintai seni rupa dan budaya Minangkabau, nama ini adalah legenda. Ia lahir dan tumbuh di Nagari Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar—sebuah daerah yang dikenal sebagai lumbung seni dan adat Minangkabau.

Arby bukan sekadar seniman. Ia adalah pelopor seni patung abstrak Indonesia, yang berani keluar dari pakem figuratif menuju ekspresi bentuk yang lebih bebas dan filosofis. Karyanya tak sekadar benda tiga dimensi, melainkan pesan dan tafsir tentang manusia, alam, dan kehidupan.

Di hadapan para tamu undangan dan seniman yang hadir dari berbagai penjuru dunia, Wakil Bupati Tanah Datar, Ahmad Fadly, menyampaikan harapan yang menyentuh hati.

“Menjadi suatu kebanggaan tersendiri yang begitu indah, bahwa Arby Samah berasal dari Luhak Nan Tuo. Karya-karyanya menembus batas, dikenal secara nasional dan internasional. Kita patut menjadikan beliau sebagai inspirasi,” ungkapnya dengan mata yang berbinar.

Fadly bukan sekadar hadir untuk menyaksikan peresmian pagelaran. Ia datang membawa misi: menumbuhkan harapan bahwa dari tanah yang sama, akan lahir generasi baru—seniman-seniman muda yang akan meneruskan semangat Arby Samah.

“Insya Allah, melalui karya seni, budaya Minangkabau yang begitu agung ini akan terus terjaga dan lestari,” tambahnya.

Wagub Sumatera Barat, bersama Wakil Bupati Tanah Datar, Ahmad Fadly, berfoto bersama para seniman .–(foto: yen)

Lebih dari Sekadar Pameran

Pameran ini bukan sekadar ruang untuk memajang karya. Di balik setiap patung yang terpajang, terdapat cerita, rasa, dan dialog antara masa lalu dan masa depan.

Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasco Ruseimy, yang hadir membuka acara secara resmi, menegaskan pentingnya momentum ini sebagai ruang edukasi dan apresiasi.

“Ini bukan hanya tentang mengenang Arby Samah. Ini tentang menghargai sejarah, menginspirasi masa depan, dan menyediakan ruang tumbuh bagi anak-anak muda yang mencintai seni,” ujarnya.

Senada dengan itu, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin, menyuarakan perlunya dukungan terhadap ekosistem seni yang sehat dan inklusif.

“Kami ingin seni dan budaya berkembang lebih baik. Ruang-ruang ekspresi harus dibuka lebih luas—galeri, panggung pertunjukan, ruang belajar. Karena dari situlah lahir peradaban,” ungkapnya.

Arby Samah: Tak Pernah Pergi

Mereka yang mengenal Arby Samah tahu, ia bukan hanya seniman, tapi juga guru dalam keheningan. Lewat karya-karyanya yang sarat makna, ia mengajarkan keberanian untuk menafsirkan dunia dengan cara sendiri. Ia mengingatkan bahwa budaya bukan benda mati, tapi denyut yang hidup dalam ekspresi manusia.

Kini, dalam usianya yang ke-95—meski raganya telah tiada—Arby Samah kembali pulang. Bukan hanya ke tanah kelahirannya, tapi ke ruang hati para generasi muda yang melihat karyanya dan berpikir, “Mungkin aku bisa menjadi seperti dia.”

Dan begitulah  memang, bagi seorang seniman dikenang: bukan hanya lewat batu, besi, atau kayu yang ia bentuk, tetapi lewat harapan dan semangat yang ia tanam.–(***)

Pos terkait