BANTENGATE.ID, LEBAK;— Rentetan gempa terjadi di berbagai belahan dunia dalam beberapa hari terakhir. Tercatat sejumlah gempa relatif besar juga terjadi di Indonesia. Diantaranya Segmen Enggano dan Segmen Pesawaran. Di belahan lain, terjadi gempa dengan magnitudo besar seperti terjadi di Tajikistan (6,2 SR), Loyalty Island (7,6 SR), dan yang terkini di Honshu Jepang (7,2 SR).
Dr. Daryono, S.Si, M.Si, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, dalam tweetnya menyebutkan bahwa peningkatan aktivitas seismik juga terjadi di Samudra Hindia selatan Bengkulu – Lampung dan sudah dimulai sejak Desember 2020. Hal ini menurutnya patut menjadi perhatian untuk kita semua. Bahkan lebih lanjut Daryono mengatakan perlunya mewaspadai peningkatan aktifitas seismik di zona dekat Selat Sunda.
Relawan Gugus Mitigasi Lebak Selatan, Abah Lala, ketika diminta tanggapan mengenai hal ini menyatakan bahwa peristiwa belakangan ini seyogyanya menambah intensitas upaya mitigasi bencana, terutama gempa tsunami.
Baca juga Temuan LIPI : Fakta Tsunami membuat Gugus Mitigasi Bencana Lebak Beraksi
“Mitigasi harus diupayakan secara serius melalui perencanaan dan kegiatan yang kesinambungan. Jangan dianggap enteng. Terlebih ini adalah amanat undang-undang yang lebih rinci tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008. ” ujarnya. “Ini bukan hanya urusan kemana masyarakat harus mengungsi saja. Ada rentetan indikator yang harus dipenuhi untuk menyiapkan masyarakat menghadapi potensi bencana gempa tsunami. Rute evakuasi hanya salah satu dari sekian banyak sub indikator yang dipersyaratkan oleh IOTIC-UNESCO.”
Tercatat ada 12 indikator Tsunami Ready yang kini sedang dipersiapkan oleh Gugus Mitigasi Lebak Selatan dan tertuang dalam rencana aksinya. Pada indikator pertama, yaitu ditetapkannya wilayah bahaya tsunami dan masyarakat memiliki peta bahaya tsunami, Gugus melakukan pemetaan berbasis topografi. Dari sini peta akan di-overlay-kan dengan simulasi inundasi (genangan) berdasarkan potensi magnitudo di setiap zona yang harus dibuat oleh para pakar melalui perhitungan yang rumit.
Di saat yang sama, secara simultan Gugus Mitigasi Lebak Selatan juga mengerjakan indikator kedua, yaitu pengumpulan informasi perkiraan jumlah orang yang berada dibwilayah bahaya tsunami. Melalui aplikasi android yang dikembangkan sendiri, Gugus Mitigasi Lebak Selatan tengah melakukan asesmen demografi di sejumlah tempat: area pemukiman, sekolah, perkantoran, dan perniagaan. Salah satu yang menjadi perhatian penting adalah data kelompok rentan yaitu kelompok balita, lansia, dan penyandang disabilitas.
Baja juga Eko Yulianto: Pelacak Jejak Tsunami Purba Di Lebak Selatan
“Jadi ini bukan persoalan mudah. Sumberdaya kami yang sangat minim dan pendanaan yang masih dilakukan secara swadaya membuat kegiatan tersendat. Namun jika tidak kami lakukan sekarang, kami kuatir akan terlambat. Karena data ini diperlukan untuk asesmen lain yang secara ilmiah sudah tertuang dalam metode SPHERE.” papar Abah Lala.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa upaya mitigasi sangat krusial jika berbasis masyarakat. Karena menurutnya, dengan basis masyarakat, sense of belonging terhadap kegiatan akan terbentuk dan substansinya akan tercapai. Akan lain halnya jika berbasis proyek.
Namun demikian, Abah Lala mengingat perlunya peran seluruh elemen pentahelix untuk mendukung kegiatan tersebut. Kerja sinergis lima elemen masyarakat, yakni pemerintah, kalangan pengusaha, komunitas, media, dan akademisi perlu dilakukan.
“Termasuk media yang harus mengemban misi edukasi dibanding dengan raihan rating dengan judul-judul yang bombastis, ” pungkasnya. –(dimas)