Oleh, H. Edy Murpik
Yayasan Pamanah Rasa Nusantara (Yaparanus) merupakan organisasi yang memiliki peran penting dalam menjalin silaturahmi antara kerajaan, kesultanan, keraton, serta para pemangku adat di seluruh Nusantara. Yayasan ini didirikan dengan tujuan untuk melestarikan nilai-nilai budaya luhur, memperkuat warisan adat, serta berkontribusi dalam pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal.
Nama “Pamanah Rasa” diambil dari sosok legendaris Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang memerintah pada 1482-1521. Prabu Siliwangi dikenal dengan berbagai nama lain seperti Sri Maharaja Baduga dan Sri Ratu Jayadewata. Gelar “Pamanah Rasa” diberikan kepadanya karena kepemimpinannya yang penuh empati, mampu menarik simpati rakyatnya dengan sikap bijaksana dan penuh kasih. Prabu Siliwangi menjadi teladan dalam memimpin dengan kepedulian dan kebijaksanaan yang mendalam.
Pemilihan nama ini mencerminkan visi Yaparanus, yaitu menjadi wadah bagi pemangku adat, keturunan raja, dan sultan di Indonesia untuk bersilaturahmi serta melestarikan nilai-nilai luhur dari generasi ke generasi.
Yayasan Pamanah Rasa Nusantara dikukuhkan pada 19 Mei 2011 oleh Gubernur Jawa Barat di Bale Pakuan, Bandung. Yayasan ini memiliki visi besar untuk menjadi wadah persatuan bagi 221 kerajaan, kesultanan, keraton, dan pemangku adat di Nusantara. Dengan kantor pusat di Jalan Padasuka Suci Residence, Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Yaparanus terus bergerak memperkuat ikatan budaya dan adat antara berbagai wilayah Indonesia.
Sebagai lembaga yang menaungi berbagai kerajaan dan kesultanan, Yaparanus memiliki peran signifikan dalam menjaga keberagaman budaya Indonesia. Tidak hanya melestarikan tradisi, yayasan ini juga menjadikan nilai-nilai budaya sebagai fondasi penting dalam mendukung pembangunan nasional. Yaparanus percaya bahwa kearifan lokal dan adat istiadat adalah bagian integral dari jati diri bangsa Indonesia yang harus terus dijaga dan dikembangkan.
Salah satu fokus utama Yaparanus adalah mendukung pembangunan NKRI melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal. Yayasan ini aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Yaparanus juga berperan dalam pemberdayaan masyarakat desa melalui pelatihan dan pendampingan bagi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas manajerial, administrasi, dan pemasaran agar BUMDes dapat berfungsi optimal sebagai penggerak ekonomi di pedesaan. Kerjasama pemberdayaan BUMDes sudah dilakukan diantaranya di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Yaparanus, pernah mengajukan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk membantu pengelola BUMDes melalui pelatihan dan program peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Ini merupakan wujud nyata bagaimana Yaparanus berperan dalam pembangunan ekonomi lokal sekaligus menjaga nilai-nilai adat yang ada. Pengajuan dan sekaligus silaturachim antara Pengurus Yaparanus dan Pemda Lebak, semasa Penjabat Bupati Lebak, Iwan Kurniawan, pada Selasa, 4 Juni 2024, hingga kini belum ada jawaban waktu pelaksanaannya.
Selain di Banten, Yaparanus juga terlibat dalam kegiatan Edu Heritage di Cirebon dan Jakarta, yang diresmikan oleh Penjabat Wali Kota Cirebon, Agus Mulyadi. Program ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan sektor pariwisata, tetapi juga mempererat hubungan budaya dan sejarah antara dua wilayah tersebut. Melalui kegiatan ini, nilai-nilai adat dan sejarah lokal dapat terus hidup dan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat.
Prof. Dr. Erliana Hasan, dan Raden H. Selamet Bangsadikusumah, selaku Pembina Yaparanus, menyatakan, bahwa peran para raja, sultan, dan pemuka adat sangat penting dalam menggerakkan generasi muda, khususnya Generasi Z, untuk memahami dan menghargai adat serta budaya leluhur. Ia menekankan bahwa pemuka adat memiliki tanggung jawab besar untuk menanamkan nilai-nilai budaya kepada generasi penerus.
“Yaparanus mengusulkan agar pemahaman budaya dan adat lokal dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Hal ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada generasi muda tentang pentingnya menjaga warisan budaya. Selain itu, yayasan juga mendorong adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, pemuka adat, dan lembaga pendidikan untuk menyusun kurikulum berbasis budaya lokal,”kata Haji Slamet, di Bandung, Jumat 20 September 2024.
Salah satu aspek yang ditekankan Yaparanus dalam pelestarian budaya adalah penerapan konsep 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, dan Santun) dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini merupakan cerminan kearifan lokal yang dapat menunjukkan keramahan bangsa Indonesia kepada dunia, khususnya saat berinteraksi dengan wisatawan mancanegara maupun domestik.
Menurut Prof. Dr. Erliana, konsep 5S bukan hanya sebagai norma perilaku, tetapi juga sebagai cara untuk menjaga citra positif daerah dan memberikan pengalaman berharga kepada wisatawan. “Dengan menerapkan 5S, kita menjaga nilai-nilai luhur kita dan menunjukkan keramahan kepada dunia,” ujarnya.
Susunan Pengurus Yaparanus
Yaparanus dipimpin oleh tokoh-tokoh yang memiliki komitmen kuat dalam melestarikan budaya dan adat di Indonesia. Ketua Umum yayasan, Dr. RA. Ikke Dewi Sartika, M.Pd., didukung oleh Prof. Dr. Erliana Hasan sebagai Pembina. Selain itu, tokoh seperti Slamet Bangsadikusumah, SH, MBA, Drs. Aep Hendra, dan Dede Kusbandi juga berperan aktif dalam pengembangan SDM dan program-program budaya yayasan.
Para pemimpin Yaparanus memiliki peran strategis dalam menjalankan misi yayasan, termasuk dalam mengarahkan kebijakan yang berfokus pada pelestarian budaya dan pemberdayaan ekonomi berbasis adat. Mereka juga aktif dalam berbagai kegiatan nasional yang melibatkan lebih dari 200 kerajaan dan kesultanan di Nusantara.
Yaparanus menyadari bahwa globalisasi dan modernisasi menjadi tantangan dalam melestarikan budaya dan adat istiadat. Generasi muda, yang tumbuh di era digital, cenderung semakin jauh dari tradisi lokal mereka. Oleh karena itu, Yaparanus terus berupaya menjembatani kesenjangan ini dengan memperkenalkan program-program edukatif yang tetap berakar pada budaya Nusantara, namun relevan dengan kebutuhan zaman.–(****)