Lebak, BantenGate.id– Dinas Perumahan dan Permukiman (Dinas Perkim) Kabupaten Lebak, Banten, hanya mampu merealisasikan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) untuk 50 unit rumah tidak layak huni (RTLH) pada tahun anggaran 2025.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Lebak, Lingga Segara, menjelaskan bahwa Pemkab hanya dapat mengalokasikan dana sebesar Rp1 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebak tahun 2025. Setiap unit rumah memperoleh bantuan stimulan sebesar Rp20 juta.
“Pemerintah daerah tahun ini hanya mampu merealisasikan pembangunan 50 unit RTLH melalui program BSPS. Bantuan ini bersifat stimulan dan membutuhkan partisipasi swadaya dari masyarakat,” ujar Lingga saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (28/5/2025).
Ia menambahkan, keterbatasan realisasi program ini merupakan dampak dari kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Peningkatan Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Menurut Lingga, jumlah RTLH di Kabupaten Lebak saat ini mencapai sekitar 42.645 unit. Namun, keterbatasan anggaran membuat pemerintah daerah belum mampu menangani lebih banyak unit.
“Kebutuhannya sangat besar, tetapi karena adanya kebijakan efisiensi, kami hanya mampu menangani 50 unit. Sementara program RLTH pada tahun 2024 lalu sebanyak 150 unit,” ujarnya.
Dari 50 unit rumah yang menjadi target pada tahun ini, sebagian besar telah hampir rampung dibangun. Lingga berharap kondisi keuangan, baik di tingkat nasional maupun daerah, segera membaik agar program perbaikan RTLH bisa ditingkatkan.
“Saat ini progres pembangunan telah mencapai sekitar 45 persen dari total penerima bantuan. Kami berharap ke depan alokasi anggaran dapat ditingkatkan, agar jumlah RTLH di Lebak yang mencapai puluhan ribu unit bisa segera dikurangi,” katanya.
Untuk mengatasi keterbatasan anggaran, DPKPP menerapkan beberapa strategi, antara lain memprioritaskan bantuan bagi warga dengan kondisi rumah yang paling kritis serta menjalin kemitraan dengan perusahaan dan lembaga lain.
Selain itu, pihaknya juga terus mengajukan proposal ke pemerintah provinsi dan pusat guna memperoleh tambahan bantuan.
“Kami telah mendata rumah-rumah yang paling mendesak untuk direnovasi. Selain itu, kami juga mendorong keterlibatan pihak swasta karena persoalan rumah layak huni bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi membutuhkan sinergi semua pihak,” terang Lingga.
“Tahun lalu, ada sekitar 2.000 lebih pemerintah desa yang mengajukan proposal kepada kami. Tentu hal itu kami dorong, namun prosesnya tidak bisa instan,” pungkasnya.–(ridwan)