Kinerja Gubernur Banten dan Jawa Barat: Perbandingan yang Adil di Tengah Perbedaan Sejarah

H. Akhmad jajuli
Oleh, H. Akhmad Jajuli

Akhir-akhir ini, beberapa pihak mencoba membandingkan kinerja Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, SH., M.Si. (KDM), dengan Gubernur Banten, Andra Soni, SM., M.AP (AS). Perbandingan tersebut mungkin didasarkan pada informasi yang mereka peroleh melalui media sosial tentang kedua tokoh tersebut. Memang, “memperbandingkan” keduanya dapat dimaklumi mengingat keduanya sama-sama menjabat sebagai gubernur dan berasal dari partai politik yang sama, yakni Partai Gerindra.

Bacaan Lainnya

Kedua tokoh ini memiliki latar belakang pendidikan yang serupa, yaitu lulusan strata dua (S-2). Usia mereka pun tidak terpaut terlalu jauh—KDM lahir pada 11 April 1971, sementara AS lahir pada 12 Agustus 1976. Namun, dari sisi karier politik, KDM memiliki perjalanan yang lebih beragam, dimulai sebagai anggota DPRD Kabupaten Purwakarta, Wakil Bupati Purwakarta, Bupati Purwakarta, Anggota DPR RI, hingga akhirnya menjadi Gubernur Jawa Barat. Sementara itu, AS pernah menjadi anggota dan Ketua DPRD Provinsi Banten, dan akhirnya mencapai posisi Gubernur Banten. Keduanya dilantik menjadi gubernur oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, pada 20 Februari 2025.

Namun, yang perlu dipahami oleh para “pengamat” adalah perbedaan kondisi antara Jawa Barat dan Banten. Jawa Barat merupakan provinsi pertama di Indonesia yang disahkan melalui UU No. 1 Tahun 1945. Setelah sempat menjadi Negara Pasundan pada 27 Desember 1949, pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), Jawa Barat kembali bergabung dengan Republik Indonesia berdasarkan UU No. 11 Tahun 1950. Hari jadi Provinsi Jawa Barat diperingati setiap 19 Agustus.

Sementara itu, Provinsi Banten baru berdiri 55 tahun kemudian, pada 17 Oktober 2000, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2000. Hari jadi Banten diperingati setiap 4 Oktober, yang merujuk pada tanggal penetapan Banten sebagai provinsi oleh DPR RI, bukan pada tanggal terbitnya undang-undang yang mengesahkan berdirinya Provinsi Banten.

Perbedaan lainnya antara Jawa Barat dan Banten terlihat dari besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pada Tahun Anggaran 2024, Banten meraih PAD sebesar Rp 10,30 triliun dengan APBD sebesar Rp 11,548 triliun, yang mencakup 8 kabupaten/kota. Sementara itu, PAD Jawa Barat tercatat sebesar Rp 36,27 triliun dengan APBD sebesar Rp 36,79 triliun, mencakup 27 kabupaten/kota.

Sebagai gambaran, akan lebih proporsional dan adil jika kinerja dan perkembangan Provinsi Banten dibandingkan dengan lima provinsi lain yang terbentuk pada tahun 2000, yakni Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Gorontalo, Maluku Utara, dan Papua Barat. Misalnya, pada Tahun Anggaran 2024, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) meraih PAD sebesar Rp 1,77 triliun, Bangka Belitung (Babel) sebesar Rp 2,4 triliun, dan Gorontalo sebesar Rp 1,447 triliun.

Geliat Banten bersama  Andra-Dimyati

Pada 4 Oktober 2025, Provinsi Banten akan merayakan usia seperempat abad. Warga Banten kini berharap banyak pada kepemimpinan baru yang diemban oleh Gubernur Andra Soni dan Wakil Gubernur Dr. H.R. Achmad Dimyati Natakusumah, SH., MH. Salah satu program unggulan mereka adalah “Pendidikan Gratis (PG)”, yang akan mulai diterapkan pada Tahun Pelajaran 2025/2026.

Program PG ini mencakup seluruh jenjang pendidikan SLTA, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Di Banten terdapat 588 SMA, 842 SMK, dan 107 Sekolah Khusus/SLB. Diharapkan program ini dapat meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM), menurunkan angka putus sekolah (dropout), serta meningkatkan rata-rata lama sekolah, yang pada gilirannya memberikan dampak positif bagi kemajuan pendidikan di provinsi ini.

Selain itu, Pemprov Banten juga sedang melakukan pendataan terhadap alumni SLTA yang ijazahnya tertahan, terutama di sekolah swasta. Program ini diharapkan dapat membantu para alumni untuk mendapatkan ijazah mereka, yang nantinya akan memudahkan mereka dalam melamar pekerjaan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Banten juga semakin memperhatikan sektor kesehatan. Dengan hadirnya empat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)—RSUD Malingping, RSUD Banten, RSUD Cilograng, dan RSUD Labuan—di provinsi ini, diharapkan derajat kesehatan warga Banten akan semakin meningkat. Selain itu, peningkatan fasilitas kesehatan yang sudah ada di delapan kabupaten/kota di Banten juga diharapkan dapat menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI), serta mengurangi masalah gizi buruk dan stunting.

Dari sisi ekonomi, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Banten pada tahun 2024 tercatat hanya 6,68%, mengalami penurunan 0,84% dibandingkan bulan Agustus 2023. Peningkatan investasi, baik PMDN maupun PMA, serta laju pertumbuhan ekonomi yang di atas 5%, memberikan optimisme bagi masyarakat Banten. Selain itu, semakin banyaknya kaum muda yang terjun menjadi wirausahawan dan peserta pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) menambah harapan untuk mengurangi pengangguran.

Angka kemiskinan di Provinsi Banten juga terus menurun. Dari jumlah penduduk Banten yang mencapai 12.431.400 jiwa pada 2004, kini angka kemiskinan turun menjadi 5,84%, dengan penurunan signifikan di wilayah perkotaan dan perdesaan.

Dengan terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Banten kini semakin dekat dengan terwujudnya swasembada pangan. Provinsi ini kini masuk dalam peringkat ke-8 sebagai produsen pangan terbesar di Indonesia. Peningkatan produksi palawija dan hasil perkebunan diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.

*). Penulis,  mantan Pengurus DPD KNPI Banten Masa Bakti 2001-2004

Pos terkait