Oleh, H. Syahida
ISU bergulirnya hak angket terus digaungkan diberbagai forum diskusi oleh fihak yang merasa dirugikan, mulai dari forum tertutup sampai aksi dijalanan. Langkah tersebut untuk menyelidiki kecurangan yang berujung pemakzulan Presiden Jokowi.
Dari berbagai diskusi oleh fihak yang setuju angket masih nampak belum semua memahami tentang tata cara dan prosedur angket sampai bertanya berulang ulang dengan penekanan. Tapi boleh kan angket dilakukan”!. Padahal sudah sangat jelas, bahwa angket itu hak DPR disamping kewajiban- kewajiban lainya .
Hak Angket, boleh dipergunakan boleh tidak. Dan apabila dipergunakan harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti diajukan sekurang kurangnya oleh 25 orang anggota dari dua fraksi dan diajukan dalam Sidang Paripurna dan ditindak lanjuti dengan sidang-sidang berikutnya.
Dalam Sidang Paripurna yagn baru lalu beberapa anggota dewan telah menyampaikan kepada pimpinan sidang, agar Dewan menggunakan hak angket untuk mengungkap kecurangan pemilu dari koalisi yang menghendaki angket belum semuanya menyampaikan pendapatnya seperti Partai Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dengan alasan masih fokus mengawal perhitungan suara. Patai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang digadang-gadang menjadi lokomotif untuk usulan hak angket tersebut, Ketua-nya tidak hadir.
Al hasil, Sidang Paripurna untuk membahas hak angket, malah kalah gaungnya oleh solusi mengatasi naiknya harga beras dan pengangguran.
Apabila kita merujuk pada Undang-Undsang Pemilu Nomor: 7 Tahun 2017 tidak dikenal kata kata curang. Yang ada adalah pelanggaran, dimana prosedur dan tata cara penyelsaianya sudah di atur sedemikian rupa. Untuk pelanggaran hukum melalui Bawaslu dan Gakumdu, sementara untuk sengketa hasil dilaksanakan di MK. Jika melihat prosedur perundangan, maka penyelsaian sengketa Pemilu tidak harus melalui hak angket .
Dari persidangan di Senayan, gaung hak angket tidak begitu besar. Pihak yang tidak puas menggaungkanya dijalanan. Di ikuti pula oleh pihak yang tidak setuju dengan hak angket turun kejalan. Jika masing-masing pihak dalam menyelesaikan masalah tersebut tidak melalui perangkat hukum yang ada, maka yang akan terjadi “perkelahian” di jalanan. Maka yang akan berlaku adalah hukum alam; siapa yg kuat, dia yang menang. Dan kita juga sudah bisa memperhitungkan, siapa yang paling kuat?… Semoga para elite politik menyadari, bahwa integritas bangsa dan keutuhan NKRI harus diatas kepentingan segalanya.-(***)
*). Penulis tinggal di Bayah, Banten Selatan