Lebak, Bantengate.id–Puluhan warga Desa Sukatani, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten, mendatangi gedung DPRD, kantor Bupati Lebak dan Polres Lebak di Kota Rangkasbitung, untuk meminta perlindungan karena tiga warga di desa tersebut dipanggil oleh Polres Lebak untuk diminta klarifikasi terkait penggarapan tanah HGB milik PT Malingping Indah Internasional (PT MII), pada Jumat, 26 Juli 2024 siang ini.
Koordinator aksi, Saprah, mengatakan, sebelum berangkat menuju Kota Rangkasbitung, para petani penggarap memasang spanduk di pintu gerbang PT MII dengan tulisan: “PT MII telah merampas tanah kami. Kami minta penjelasan dari pihak terkait, kenapa tanah garapan yang tidak pernah kami jual sekarang dikuasai PT MII,”.
Warga bergerak menuju Rangkasbitung dengan menempuh waktu perjalanan 3,5 jam, dan mendatangi gedung DPRD Lebak. Namun, mereka tidak berhasil bertemu dengan anggota DPRD karena tidak ada yang berada di tempat. “Kami di gedung DPRD tidak ada yang menerima,” kata Saprah.
Selanjutnya, warga bergeser ke gedung Kantor Bupati Lebak dengan harapan bisa bertemu dengan Penjabat Bupati Lebak, Iwan Kurniawan. Namun lagi-lagi mereka juga tidak berhasil bertemu.
“Pada jam 13.00 usai salat Jumat, kami akan menghadap Polres Lebak, untuk mengantar warga yang dipanggil. Kenapa yang dipanggil cuma tiga orang, padahal yang menggarap lahan di blok Tenjolaya sejak puluhan tahun lalu banyak. Dan warga belum menerima ganti rugi,” ujar Saprah melalui sambungan selullar
Dikatakan Saprah, kedatangan ke Pemda Lebak dan Polres Lebak, hanya meminta keadilan dan perlindungan agar mayarakat tidak ditindas oleh orang-orang yang mengatasnakaman perusahaan PT. MII. “Kami warga yang datang sebagai penggarap tanah tidak pernah menerima ganti rugi,”kata Saprah.
Kami juga akan menuntut ganti rugi, tanaman pertanian di blok Tenjolaya, sudah diruak oleh buldozer PT MII. “Tanaman palawija yang ditanam di lahan tersebut, bagi kami rakyat kecil sangat berarti. Kenapa di rusak dan tanda ada pemberitahuan,”tanya Saprah.—
Sebelumnya, Musa Weliansyah Anggota DPRD Lebak, meminta kepada Penjabat Bupati Lebak, Iwan Kurniawan, untuk segera turun tangan agar konflik tidak berkepanjangan. Selain itu, kepada Polres Lebak untuk berhati-hati dalam menangani persoalan ini. “Jangan sampai ada kesan penegak hukum berpihak pada pengusaha,” tegasnya.
“Insya Allah, saya akan mengadvokasi seluruh petani penggarap tersebut dan mengawal persoalan ini hingga ke Kementerian ATR, karena banyak sekali kejanggalan yang seharusnya membuat HGB PT MII dicabut,” tegas Sekretaris Fraksi PPP DPRD Lebak ini.
“Pemanggilan warga dilakukan karena dianggap tidak memiliki izin dari PT MII yang mengklaim sebagai pemilik Hak Guna Bangunan (HGB). Namun, berdasarkan keterangan warga setempat, lahan tersebut telah digarap secara turun-temurun selama 40 tahun, jauh sebelum izin HGB tersebut terbit,”kata Musa Weliansyah.
Musa juga menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 20 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penertiban dan Pendayagunaan Kawasan dan Tanah Telantar, tanah yang telah dikuasai masyarakat dan menjadi perkampungan, serta dikuasai secara terus-menerus selama 20 tahun, dapat diakui sebagai milik masyarakat jika fungsi sosial Hak Atas Tanah tidak terpenuhi.
“Sejak lahan seluas 115 hektar di Tanjolaya dengan izin HGB Nomor 149/HGB/BPN/1993 hingga sekarang, lahan tersebut ditelantarkan. Baru sekitar tahun 2023/2024 terlihat ada kegiatan pertanian di sana, padahal izinnya adalah HGB,” kata Musa.
“Bahkan menurut Pasal 17 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, HGB yang ditelantarkan harus dihapus dan tanah kembali menjadi milik negara,” tambah Musa.
Musa meminta Polres Lebak untuk berhati-hati dalam menangani persoalan ini. “Jangan sampai ada kesan penegak hukum berpihak pada pengusaha,” tegas Sekretaris Fraksi PPP DPRD Lebak ini.
“Saya akan mengadvokasi seluruh petani penggarap tersebut dan mengawal persoalan ini hingga ke Kementerian ATR, karena banyak sekali kejanggalan yang seharusnya membuat HGB PT MII dicabut,” tegas Musa.–(red/)