Rangkasbitung, BantenGate.id — Seba bagi warga Baduy bukan sekadar tradisi budaya, tetapi memiliki nilai sakral. Seba telah diwariskan dan dijaga kesuciannya secara turun-temurun sejak warga Baduy, atau Urang Kanekes, menetap di kaki Pegunungan Kendeng, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, sekitar 67 kilometer dari Kota Rangkasbitung, Banten.
Pada Seba tahun 2025, sebanyak 1.769 warga Baduy — baik dari kelompok Baduy Dalam maupun Baduy Luar — mengikuti tradisi Seba. Warga Baduy Dalam (Baduy Jero) berjalan kaki tanpa alas sejauh 67 kilometer menuju Gedong Nagara (Kantor Bupati Lebak) di Rangkasbitung. Sementara warga Baduy Luar menempuh perjalanan dengan mobil PS dari halaman Kantor Kecamatan Leuwidamar, setelah terlebih dahulu melaksanakan Seba kepada Camat Leuwidamar.
Pemerintah Kabupaten Lebak melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) memfasilitasi kegiatan Seba Baduy agar lebih dikenal secara nasional hingga mancanegara, sebagai upaya memperkenalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi ini.
Dengan mengangkat tema “Ngajaga Tradisi, Ngaraksa Harmoni Pikeun Indonesia Maju“, event tahunan ini berlangsung meriah. Seba Baduy 2025 bahkan dihadiri oleh 10 duta besar dari negara sahabat, para pejabat Kementerian Pariwisata dan para pemerhati budaya di daerah dan tingkat nasional.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lebak, Imam Rismahayadin, Senin, 5 Mei 2025, menyampaikan bahwa Seba Baduy kini telah masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN) — kumpulan event berkualitas dari 38 provinsi di Indonesia yang merupakan kolaborasi antara Kemenparekraf dan pemerintah daerah.
“Di Kabupaten Lebak, ada dua event budaya yang masuk KEN, yaitu Seba Baduy dan Seren Taun Cisungsang. Keduanya hadir untuk mempromosikan pariwisata budaya dan kesenian lokal,” ujar Imam.
Seba Baduy adalah bagian dari upacara adat warga Baduy yang kini dikemas menjadi event berskala nasional. Seba merupakan tradisi menghadap kepada pemimpin pemerintahan yang sah. Warga Baduy menjunjung tinggi dan merasa memiliki sistem pemerintahan adat yang dipimpin oleh Puun, mereka tetap menaati struktur pemerintahan desa sesuai undang-undang.
Terdapat 68 kampung Baduy, dengan tiga di antaranya — Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik — termasuk Baduy Dalam. Ciri khas mereka adalah pakaian serba putih dan keteguhan menjaga adat. Filosofi mereka: “Nu panjang teu meunang dipotong, nu pondok teu meunang disambung” (yang panjang tidak boleh dipotong, yang pendek tidak boleh disambung) menggambarkan kepatuhan pada nilai leluhur dan harmoni dengan alam. Sedangkan 65 kampung lainnya disebut Baduy Luar atau Baduy Panamping. Mereka lebih terbuka terhadap perkembangan zaman dan teknologi, termasuk penggunaan alat komunikasi dan media sosial.
Ke-68 kampung tersebut secara administratif berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar. Kepala Desa Kanekes, saat ini di jabat oleh Oom atau lebih dikenal dengan panggilan Jaro Oom.
Puncak Seba berlangsung di Gedong Negara Lebak, ditandai dengan penyerahan hasil bumi seperti beras, pisang, kue laksa, gula aren, dan hasil pertanian lainnya oleh perwakilan olot, Jaro Saidi, kepada Bupati Lebak. Sebelum penyerahan, Jaro Sadi menyampaikan petitih atau harapan masyarakat Baduy dalam bahasa Sunda khas Baduy.
Sebelum Seba, warga Baduy menjalani prosesi acara adat Kawalu, yaitu puasa satu hari setiap bulan selama tiga bulan. Selama tiga bulan ini, kawasan Baduy dinyatakan tertutup bagi pendatang. Setelah Kawalu, warga Baduy membuat kue laksa dari tepung beras yang ditumbuk secara alami.
Perempuan yang menumbuk beras wajib dalam keadaan suci. Usai itu, barulah pelaksanaan Seba dimulai, diawali dari Camat Leuwidamar, lalu ke Bupati Lebak, Bupati Pandeglang, Gubernur Banten, hingga Bupati Serang sebagai Seba Panutug.
Seba Baduy 2025 didukung oleh berbagai kegiatan tambahan seperti Camping Ground di Baduy Aja, Talkshow Budaya, Pagelaran Musik, dan Pameran Ekonomi Kreatif (Ekraf) yang dilaksanakan selama empat hari (1–4 Mei 2025) di Pendopo Bupati Lebak dan Alun-Alun Rangkasbitung.
Kabid Promosi Destinasi Pariwisata, Effendi, didampingi Kasi Ekraf, Iwan Amarullah, mengatakan, dalam pameran Ekraf selama 3 hari, sebanyak 40 pelaku UMKM berhasil menjual produk senilai total Rp351 juta. Sementara jumlah pengunjung yang hadir mencapai 45 ribu orang, melebihi target awal sebanyak 35 ribu.
Tahun ini, Seba Baduy, berkolaborasi dengan Milangkala ke-5 Paguyuban Sumedang Larang (PSL) Provinsi Banten. Hadir dalam acara ini tokoh penting Radya Karaton Sumedang Larang, Raden H. Ikik Loekman Soemadisoeria, serta Bupati Sumedang (diwakili Kadispar), dan Ketua Umum Garuda Nusantara, Ully Sigar.
Kolaborasi ini menjadi ruang pertemuan budaya atau “Ruang Ngariung Budaya”, yang mempertemukan masyarakat Sunda untuk melestarikan seni dan budaya leluhur bersama-sama.
Bupati Lebak, Moch. Hasbi Assidiki Jayabaya, mengungkapkan rasa syukur atas kehadiran warga adat Baduy yang tetap setia menjaga nilai luhur bangsa.
“Seba Baduy bukan sekadar tradisi, tapi cermin kesetiaan dan cinta masyarakat adat Baduy kepada pemerintah daerah dan Tanah Air. Perjalanan mereka yang panjang dengan ketulusan adalah pelajaran integritas, kesederhanaan, dan syukur bagi kita semua,” kata Bupati.
Bupati Hasbi menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Lebak berkomitmen melestarikan adat Baduy sebagai warisan budaya nasional dan mengajak masyarakat untuk menjadikan Seba sebagai momentum kebersamaan dan memperkuat jati diri bangsa.
Di penghujung acara, Wayang Golek Giri Harja 2 Putu dengan dalang kenamaan Khanha Ade Kosasih Sunarya (21 tahun), menyemarakkan suasana malam di Kota Rangkasbitung. Puluhan ribu warga dari berbagai wewengkon Banten memadati Alun-Alun Rangkasbitung, menyaksikan kepiawan cerita dalang muda dengan lakon Babad Alas Amer hingga menjelang subuh.—(adv/red) —