Perang Komentar Netizen Indonesia vs Brasil: Gunung Rinjani dan Amazon Jadi Medan Tempur Digital

Perang Komentar Netizen Indonesia vs Brasil: Gunung Rinjani dan Amazon Jadi Medan Tempur Digital
Oleh Midori - Karya sendiri, CC BY 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=10553786

Bantengate.id – Dunia maya kembali diramaikan oleh “perang komentar” lintas negara. Kali ini, Gunung Rinjani di Indonesia dan Hutan Amazon di Brasil menjadi panggung utama, bukan karena keindahan alamnya, melainkan karena ketegangan digital antar warganet kedua negara. Kejadian ini menunjukkan bahwa ulasan online kini bukan hanya soal pengalaman wisata, tetapi bisa menjadi alat protes, diplomasi netizen, bahkan pembentuk persepsi publik terhadap suatu tempat.

Bacaan Lainnya

Tragedi di Rinjani, Respon Netizen Brasil

Kisruh dimulai dari insiden tragis yang menimpa Juliana Marins, seorang pendaki asal Brasil yang tewas saat mendaki Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, pada 21 Juni 2025. Peristiwa ini memicu kemarahan publik Brasil, terutama karena keluarga korban menganggap proses evakuasi dan penanganan insiden berjalan lambat.

Tidak hanya mengekspresikan duka dan kritik di media sosial, netizen Brasil berbondong-bondong memberikan rating bintang satu dan komentar negatif terhadap destinasi “Gunung Rinjani” di Google Maps. Dalam waktu singkat, laman tersebut dipenuhi ulasan dalam bahasa Portugis berisi kecaman terhadap layanan penyelamatan dan pengelolaan wisata Indonesia.

Aksi Balasan Netizen Indonesia: Amazon Jadi Sasaran

Tak tinggal diam, netizen Indonesia melakukan aksi balasan yang tak kalah masif. Kali ini, giliran Hutan Amazon, ikon wisata alam Brasil, yang menjadi sasaran. Mereka menyerbu kolom ulasan Google Maps Amazon dengan komentar satir, lucu, hingga nyinyir. Banyak yang memberi rating bintang satu sambil menyindir tentang nyamuk, ular anaconda, hingga minimnya fasilitas makanan seperti “tidak ada yang jualan kopi”.

Komentar-komentar ini memang dilontarkan dengan gaya khas netizen Indonesia—humor sarkastik—namun efeknya nyata. Rating Amazon sempat menurun drastis dan menjadi sorotan media internasional. Tagar #SaveRinjani dan #Amazon diramaikan oleh perdebatan dan aksi “perang rating”.

Ulasan Online: Dari Testimoni ke Senjata Opini Publik

Fenomena ini memperlihatkan transformasi besar dalam cara masyarakat memandang dan menilai destinasi wisata. Dulu, testimoni pengunjung bersifat individual dan bertujuan memberikan gambaran jujur. Kini, ulasan daring telah berubah fungsi menjadi alat ekspresi kolektif, sarana protes, bahkan diplomasi informal antar negara.

Di era digital, satu komentar pedas bisa viral. Puluhan ulasan negatif bisa menggoyahkan reputasi bertahun-tahun. Dan ketika sebuah destinasi diserang secara massal di platform publik seperti Google Maps, dampaknya bisa terasa hingga ke sektor pariwisata dan persepsi global.

Kasus ini membuka mata dunia pariwisata: ulasan digital tidak selalu mencerminkan kualitas objek wisata secara objektif. Sebaliknya, ia bisa dipengaruhi oleh sentimen, tragedi, bahkan nasionalisme digital. Ketika netizen menyerbu dengan rating rendah bukan karena pengalaman langsung, melainkan sebagai bentuk solidaritas atau protes, maka terjadi pergeseran makna dari ulasan sebagai “penilaian jujur” menjadi “alat tekanan massa”.

Ini juga menunjukkan pentingnya pengelolaan reputasi digital destinasi. Otoritas pariwisata dan pengelola tempat wisata kini harus lebih aktif memantau dan merespons review daring, bukan hanya sekadar memperbaiki fasilitas fisik, tapi juga memperkuat komunikasi publik.

Di satu sisi, netizen memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan menuntut perbaikan. Di sisi lain, aksi massal seperti ini juga bisa berujung pada bentuk tekanan berlebihan, atau bahkan cyberbullying terhadap tempat dan orang yang tidak secara langsung bertanggung jawab.

Muncul pertanyaan etis: apakah memberikan bintang satu tanpa pernah berkunjung layak dilakukan? Apakah solidaritas digital boleh dilakukan dengan merusak citra tempat lain? Pertanyaan-pertanyaan ini penting di tengah maraknya budaya “review bombing”.

Perang komentar antara netizen Brasil dan Indonesia adalah potret nyata dari kekuatan opini publik digital saat ini. Dalam hitungan jam, satu tragedi bisa berubah menjadi konflik maya antarbangsa. Dalam beberapa klik, destinasi dunia bisa naik atau turun reputasinya bukan karena keindahan alam, tapi karena komentar netizen.

Untuk Indonesia dan dunia, ini adalah pengingat: ulasan online adalah wajah baru peradaban digital. Ia bisa membantu, bisa menyakiti. Bisa memajukan pariwisata, bisa juga merusaknya. Yang menentukan, bukan hanya tempatnya—tetapi siapa yang menulis komentarnya. (dimas)

Pos terkait