Oleh, H. Hayat Syahida
Stres sering kali dipersepsikan sebagai musuh tubuh, sesuatu yang harus dihindari. Namun, dalam dunia kesehatan modern, stres justru diakui sebagai salah satu mekanisme alami yang dibutuhkan tubuh untuk menjaga keseimbangan dan memperkuat daya tahan. Di tengah gempuran teknologi, makanan instan, dan gaya hidup pasif, stres justru bisa menjadi alat untuk menyadarkan kita agar kembali hidup selaras dengan tubuh.
Hari ini, tantangan kesehatan bukan lagi soal kelaparan, melainkan justru kelebihan makanan dan minimnya aktivitas fisik. Kemudahan hidup—mulai dari transportasi hingga makanan yang bisa diantar ke rumah hanya dengan sentuhan jari—membuat tubuh jarang bergerak. Hal ini berkontribusi pada berbagai penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, kolesterol tinggi, bahkan gangguan jantung.
Apa Itu Stres dan Mengapa Perlu Dikelola?
Stres adalah respons alami tubuh terhadap tekanan fisik atau psikologis. Dalam kadar yang tepat, stres memicu tubuh untuk beradaptasi, memperbarui sel, dan mengaktifkan sistem kekebalan. American Psychological Association menyatakan bahwa eustress (stres positif) dapat meningkatkan motivasi, ketahanan, dan kewaspadaan.
“Stres yang terkontrol—misalnya lewat puasa, olahraga, atau stimulasi fisik ringan—dapat memicu proses autophagy, yaitu pembersihan sel rusak dan regenerasi sel baru yang penting untuk kesehatan jangka panjang,” ungkap Dr. Rita Indrawati, ahli gizi dan kesehatan fungsional.
Sebaliknya, stres yang dibiarkan tanpa kendali, atau distress, dapat melemahkan imun, mengganggu hormon, dan memperparah kondisi penyakit kronis.
Di era digital, banyak aktivitas fisik yang tergantikan teknologi. Berjalan kaki ke pasar kini digantikan ojek daring; memasak sendiri digantikan makanan cepat saji. Bahkan, kita jarang menyentuh tanah langsung karena sepatu, lantai keramik, dan aspal telah mengisolasi tubuh dari energi alami bumi—konsep yang dalam grounding therapy dipercaya berpengaruh pada keseimbangan listrik sel tubuh.
Selain itu, makanan yang mudah didapat dan tinggi kalori menyebabkan asupan berlebih. Lemak menumpuk, metabolisme terganggu, dan organ tubuh bekerja di luar kapasitas. Penyakit seperti hipertensi, kolesterol, hingga asam urat muncul bukan karena kekurangan, tetapi justru karena konsumsi berlebihan yang tidak disertai gerak.
Siapa yang Perlu Mengelola Stres?
Semua orang—tanpa kecuali. Apalagi mereka yang menjalani gaya hidup sedentari (minim gerak), memiliki tekanan kerja tinggi, dan pola makan yang tidak seimbang. Sayangnya, kesadaran merawat tubuh kerap tidak sejalan dengan ucapan.
“Banyak orang bilang mereka mencintai tubuhnya atau bersyukur atas kesehatannya, tapi mereka tak mau merawat atau mengenali sinyal tubuh secara jujur,” jelas Andi Rachman, pelatih kebugaran dan praktisi mindful living.
Tubuh yang tidak diberi tantangan perlahan melemah. Seperti mesin yang jarang digunakan, fungsi tubuh akan menurun jika tidak dilatih.
Bagaimana Cara Mengelola Stres secara Alami dan Sehat?
Berikut adalah beberapa metode mengelola stres secara sadar yang telah terbukti secara ilmiah maupun tradisional:
- Puasa Intermiten (Intermittent Fasting). Tidak makan dalam waktu tertentu (misalnya puasa 16 jam dan makan 8 jam) memicu aktivasi gen perbaikan sel, meningkatkan sensitivitas insulin, dan menurunkan inflamasi. Riset-riset terkini menyebutkan bahwa puasa juga memengaruhi longevity gene yang terkait dengan umur panjang.
- Latihan Pernafasan. Teknik seperti box breathing, pranayama, atau Wim Hof Method dapat menurunkan tekanan darah, meredakan kecemasan, dan meningkatkan asupan oksigen ke otak serta otot. Latihan ini efektif merangsang saraf parasimpatik yang berperan dalam relaksasi.
- Aktivitas Fisik Menantang. Olahraga ekstrem seperti off-road, panjat tebing, atau lari lintas alam memicu pelepasan adrenalin dalam dosis sehat. Ini membantu otak melatih fokus dan keberanian, sekaligus meningkatkan sistem pertahanan tubuh.
- Bergerak Sesering Mungkin. Tidak perlu ke gym atau ikut maraton. Jalan kaki 30 menit sehari, naik tangga, atau sekadar berdiri setiap 30 menit kerja sudah cukup untuk memperbaiki sirkulasi dan metabolisme. Gaya hidup “mager” (malas gerak) adalah pembunuh diam-diam (silent killer) yang kian meluas.
Kapan Harus Memulai? Sekarang juga. Tubuh adalah satu-satunya “rumah” permanen kita. Menunda untuk bergerak atau mengubah pola hidup hanya akan membawa kita lebih dekat ke rumah sakit—dengan biaya yang jauh lebih mahal, baik secara materi maupun kualitas hidup.
“Jangan pelit untuk bergerak, karena saat sakit datang, semua hal akan terasa mahal dan tak berarti,” pungkas Andi Rachman dalam kelas edukasi kesehatan yang rutin ia bawakan.—(***)
*). Penulis adalah pegiat seni budaya dan olah raga, tinggal di Kota Garut, Jawa Barat